Awal Januari 2015 ini saya berkesempatan berjalan-jalan di sekitaran Petak Sembilan, Jakarta Utara bersama Partner-in-Travel saya, Diyah.
Petak Sembilan adalah kawasan pecinan di Jakarta Utara, tepatnya berada di Kelurahan Grogol, kurang lebih 300 meter dari stasiun Jakarta Kota. Keluar dari stasiun, berjalanlah ke arah Selatan atau ke arah Glodok melalui pedestrian sebelah Kanan atau naik Trans Jakarta dan turun di Halte Glodok. Petak Sembilan merupakan kawasan pasar pecinan yang menjajakan banyak barang-barangdari Tiongkok dan puncaknya menjelang Imlek ini, para pedagang berlomba-lomba menjajakan beragam dekorasi Imlek, baju, bahkan makanan khasnya.
Turun dari stasiun Jakarta Kota, saya melangkahkan kaki ke Selatan menyusuri trotoar seberang Museum Mandiri dan berbelok di tikungan Hotel Fortuna kemudian belok kiri. Wangi nasi Hainan bercampur dengan bau 'anyir' dari selokan di pinggiran, tapi ga menyurutkan langkah saya untuk menyicipi kopi Tak Kie. Ya, kedai kopi Tak Kie, walaupun saya bukan peminum kopi, tidak menyurutkan niat saya menyicipi es kopi susunya yang terkenal.
Namun nasib berkata lain. Kedai kopi Tak Kie nya tutup :(
Akhirnya saya dan teman saya tercetus untuk menjelajah sekitaran Petak Sembilan. Tujuan pertama kami Kelenteng Toasebio. Kelenteng ini memiliki sejarah yang panjang berawal dari 700 tahun yang lalu; jika kalian bingung dengan akses menuju Toasebio saya sarankan untuk naik bajaj saja walaupun malah hanya memutar, atau mencoba menjelajahi gang sempit di Petak Sembilan dengan bantuan google Maps. Kali pertama itu, saya dan teman saya nekad memasuki kelenteng. Tengok kanan-tengok kiri, akhirnya salah satu pengurus kelenteng yang baik itu (saya lupa nama koko-nya) menyapa saya duluan. Dia bercerita sejarah panjang kelenteng tersebut dan makna serta arti kelenteng bagi penganut Taoisme. Pada intinya, kelenteng adalah tempat ibadah penganut Taoisme yang memuja dewa bumi dan langit, sedangkan Vihara adalah tempat ibadah penganut Buddha Gautama. Mungkin bagi kalian yang lebih mengetahui mengenai inti kepercayaan Buddha & Taoisme dapat sharing di post ini.
Berlanjut ke arah jalan raya Grogol, kami akhirnya menemukan Vihara Dharma Bhakti,
salah satu vihara terbesar di wilayah Jakarta Utara. Sayangnya, kesan
pertama saya mengenai vihara ini sedikit terganggu dengan gerombolan
pengemis (atau warga sekitar situ) yang berkumpul di depan pintu masuk
vihara. Ada 3 bangunan utama vihara ini dan total luas wilayah
kompleksnya lebih besar dari kelenteng Toasebio yang saya kunjungi
sebelumnya. Ditambah saat kami berkunjung kesana, sedang berlangsung
pemugaran besar-besaran menyambut datang tahun baru Imlek nanti dan
kamera phone saya MATI. Namun saya masih bersyukur dapat mengabadikan
beberapa photo saja dan menemukan kuncup Lotus untuk saya bawa pulang.
Hari masih sore, kami bertolak ke Gereja Kathedral Jakarta menaiki angkot Kota-Senen dan turun di akses jalan menuju SMA Boedhi Oetomo. Kami berjalan mengikuti arah matahari terbenam dan seketika kami melihat puncak gereja dari kejauhan. Kami menemukannya. Setibanya kami di pelataran gereja, kami baru tahu bahwa pukul 8 pagi dan 6 sore merupakan jadwal kebaktian di gereja. Kami pun hanya berkeliling disekitaran kompleks dalam dan melihat dari luar pintu gereja karena misa sudah berlangsung dan sudah penuh oleh massa hingga keluar bangunan gereja~~
Diseberang gereja kathedral, ada salah satu Masjid terbesar di Asia Tenggara yaitu Masjid Istiqlal. Masjid ini memiliki kompleks yang sangat besar dan saat kami mengunjunginya merupakan waktu shalat Maghrib sehingga semakin banyak orang yang mampir untuk shalat Maghrib berjamaah. Di dalamnya terdapat kubah besar yang dihiasi ukiran ayat suci Al-Quran. Sayangnya kesadaran umat Islam saat ini mulai luntur contohnya ketika beberapa anak muda (dan bahkan orang dewasa) asyik berfoto ria di dalam mesjid (mungkin kami juga salah satunya, maaf)
Akhir kata, perjalanan kami hari itu sangat menyenangkan! Cuacanya sangat cerah dan kami sukses menjelajahi 4 tempat beribadatan di sekitaran Jakarta dalam 1 hari. Ditambah, kami sempet mencicipi kuliner di Petak Sembilan yaitu Soto Betawi Afung (IDR 33.000) sebelum berkeliling. Akhir kata, saya sangat menikmati perjalanan kami dan mungkin akan merencanakan perjalanan-perjalanan baru di waktu lain karena masih banyak tempat dan budaya lain yang dapat kita lihat dan pelajari. Oleh karena itu, I see the world as a composition.
Untuk lebih post menarik lainnya dapat melihat blog teman saya, Diyah Wordpress :)
No comments:
Post a Comment